Sunday 14 August 2016

Madrasah Qudsiyyah Kudus, Jateng


Sebelum organisasi Budi Utomo menggelorakan Kebangkitan Nasional pada 1920, Madrasah Qudsiyyah telah berdiri tegak mengembangkan sayap-sayap pendidikan agama yang anti penjajah. Sejak 1917, kegiatan belajar mengajar telah dimulai kendati saat itu belum memiliki nama dan tempat belajar yang pasti.Sebagai salah satu madrasah tertua di kota Kudus, Jawa Tengah, Madrasah Qudsiyyah memiliki sejarah panjang. Di ‘Kota Kretek’ ini ia tidak serta-merta lahir dan menjadi besar, melainkan mengalami proses jatuh bangun dan lika-liku yang cukup melelahkan. Mengingat posisi strategisnya yang berada di dekat makam Sunan Kudus, Qudsiyyah kini menjelma madrasah yang menyejarah.

Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1919 (1337 H), KH Raden Asnawi secara resmi mendirikan Madrasah Qudsiyyah. Sejarah mencatat, Mbah Asnawi, panggilan akrab salah satu pendiri NU ini, adalah keturunan ke XIV Sunan Kudus sekaligus keturunan Syeikh Ahmad Mutamakkin, seorang wali kelahiran Pati yang hidup pada zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Karena itu, wajar jika terdapat keselarasan garis perjuangan Mbah Asnawi dengan para leluhurnya baik dalam pola pendidikan maupun dimensi penegakan reputasi agama Islam. Tegasnya, ada benang merah yang bisa diteladani dari KH Raden Asnawi dan Syeikh Ahmad Mutamakkin.
Nama Qudsiyyah, diambil dari kata Quds yang berarti suci sekaligus nama kota tempat kelahiran madrasah tersebut. Maksud penggunaan nama itu agar apa yang diajarkan serta diamalkan di madrasah menjadi benar-benar suci dan murni, tidak dicampuradukkan dengan hal yang tidak baik.
Hingga tahun 1929, Madrasah Qudsiyyah dipimpin langsung KH R Asnawi selaku kepala sekolah didampingi KH Shofwan Durri. Setelah itu, hingga tahun 1935 Qudsiyyah dipimpin Kiai Tamyis lantaran Mbah Asnawi sendiri sibuk di pesantren yang didirikannya sejak 1927, yakni Pesantren Raudlatuth Thalibin, Bendan-Kerjasan-Kudus. Masa menjelang kemerdekaan (1943-1950) disebut-sebut sebagai era kemunduran Qudsiyyah.
Namun, setelah tahun 1950 Madrasah Qudsiyyah kembali bangkit. Itulah salah satu alasan Mbah Asnawi tidak menyebut Qudsiyyah sebagai pesantren karena telah mendirikan pesantren tersebut. “Meski sudah ada pesantren, namun madrasahnya lebih terkenal karena lebih dahulu lahir. Kami para alumni ingin mempertahankan tradisi Qudsiyyah itu,” kata Ketua Ikatan Alumni Qudsiyyah (IKAQ) Dr H Muhammad Ihsan.


Sumber: Biangnews.com

No comments:

Post a Comment