Thursday 11 August 2016

Pemprov Jatim Kurang Pro Pelayanan Dasar

Anggaran pendidikan dan infrastruktur dikepras, anggaran pelesir LN dinaikkan 75 persen.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daím
SURABAYA - Komitmen Pemprov Jatim terhadap pemenuhan pelayanan dasar masyarakat patut dipertanyakan. Pasalnya, dalam Rancangan Perubahan APBD Jatim 2016, alokasi untuk fungsi pendidikan dan pembangunan infrastruktur dikepras habis-habisan.
Ironisnya, alokasi anggaran untuk pelesir yang dikemas dalam kegiatan fasilitasi kerjasama daerah ke luar negeri justru naik 75 persen atau hampir dua kali dari sebelum P-APBD Jatim 2016.
Di sektor pendidikan, sesuai amanat Undang-Undang harusnya 20 persen dari kekuatan APBD diperuntukkan untuk pendidikan. Artinya, kalau kekuatan belanja daerah dalam RP-APBD Jatim 2016 dipatok sebesar  Rp.24.502.099.627.071, dari yang sebelumnya hanya Rp.23.050.802.946.617 maka harusnya anggaran pendidikan di Jatim dikisaran Rp.5 triliyun.

Namun dalam Rancangan Perubahan APBD Jatim 2016, alokasi anggaran dinas pendidikan justru dikepras hingga 10,62 persen. Bahkan SKPD yang banyak bersentuhan langsung dengan fungsi pendidikan dan sosial juga alokasi anggarannya dipangkas.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daím membenarkan bahwa SKPD-SKPD yang menjadi mitra Komisi bidang Kesra banyak yang dikepras. Misalnya,  alokasi anggaran Dinas Pendidikan dari yang semula Rp.300.343.049.250 dipotong Rp.31.854.924.900 sehingga tinggal Rp.268.488.124.350.
"Harusnya anggaran untuk pendidakan tidak dipotong karena itu urusan wajib dan alokasinya sudah mepet. Apalagi tahun depan Pemprov diberi kewenangan mengatur pendidikan SMA/SMK, sehingga membutuhkan persiapan yang juga membutuhkan anggaran," terang politisi asal F-PAN DPRD Jatim, Kamis (11/8) kemarin.
Selain Dinas Pendidikan, kata Suli, Dinas Sosial juga dikurangi hingga Rp.18 miliar dari yang semula dialokasikan sebesar Rp.226 miliar. Begitu juga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dikepras hingga Rp.1,6 miliar dari alokasi sebelumnya Rp.19,7 miliar. Kemudian Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dikepras hingga Rp.5,2 miliar.
Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Jatim juga tak luput dari pengerasan anggaran P-APBD. Alokasi anggaran yang semula dipatok Rp.128.468.626.200 dikurangi Rp.8.589.243.660 sehingga tinggal Rp.119.879.382.540. Kemudian Balitbang juga dikepras Rp.3.108.128.704 sehingga tinggal Rp.30.555.785.041. 
"SKPD yang menangani fungsi pendidikan dan anggarannya ditambah pada P-APBD Jatim 2016 hanya ada di Biro Kesra sebesar Rp.1,2 miliar sehingga totalnya menjadi Rp.10,8 miliar," beber mantan ketua Pemuda Muhammadiyah Jatim ini.
Senada, Moh Eksan anggota Komisi E lainnya juga menyayangkan efisiensi yang dilakukan Gubernur ternyata masuk ke pos urusan wajib, seperti pendidikan. "Harusnya efisiensi itu ada di pos urusan pilihan. Kami khawatir kalau pos urusan wajib dikepras bisa berdampak pada pelayanan dasar," ungkap politisi asal Partai NasDem.
Ia juga mengkritisi peningkatan alokasi Biro Admnistrasi Kerjasama yang mencapai Rp.9,6 miliar hanya untuk fasilitasi kerjasama daerah dengan luar negeri. "Kunjungan tersebut orientasinya harus jelas, yaitu menarik investasi, menambah jaringan dan meningkatkan pertumbuhan serta membuka lapangan kerja sehingga bukan hanya plesir," pinta Eksan.
Menurut Eksan, di era keterbukaan seperti sekarang, semua negara harus bersaing memenangkan persaingan global. Karena itu semua negara harus terbuka dan membangun jaringan sebanyak-banyaknya. "Industri di Jatim itu sebagian besar bahannya masih import, dan hasil produksi Jatim juga diekspor ke beberapa negara, karena itu Jatim juga perlu memperbanyak jaringan ke luar negeri," imbuhnya. 
Sementara itu Ahmad Heri anggota Komisi D DPRD Jatim juga menyayangkan alokasi anggaran SKPD yang menangani infrastruktur dikepras hingga Rp.125 miliar. Rinciannya, Dinas PU Bina Marga dipotong Rp.63 miliar sehingga tinggal Rp.807 miliar, Dinas PU Pengairan dipotong Rp.37 miliar tinggal Rp.231 miliar dan Dinas PU Cipta Karyadan Tata Ruang dipotong Rp.25 miliar tinggal Rp.158 miliar.
"Kami akan cermati di komisi nanti, kalau efisiensi yang dilakukan itu mempengaruhi program dan pelayanan terhadap masyarakat tentu akan perjuangkan supaya tidak dikepras bahkan kalau perlu ditambah," terang mantan wakil sekretaris PWNU Jatim ini.
Menanggapi kritik tersebut, Gubernur Jatim Soekarwo berdalih bahwa strategi pembiayaan terhadap barang dan modal sengaja di split lewat pinjaman murah lewat perbankan. "Ini strategi baru yang kita lakukan, yang dulunya membiayai sekarang kita ganti stimulus, jadi biarpun APBD nya kecil tapi livered atau pengungkitnya menjadi lebih kuat karena ada pinjaman murah perbankan," bebernya.
Diakui Pakde Karwo sapaan akrab Soekarwo, kekuatan  APBD Jatim mengalami penurunan sekitar Rp.1,5 triliyun. Tapi ini tidak akan mengganggu terhadap fokus kesejahteraan rakyat, karena fungsinya APBD itu hanya menjadi stimulus bukan pembiayaan. "Fokus untuk kemiskinan dan sosial tidak ada pengurangan. Yang kurang justru belaja terhadap kepegawaian," dalihnya.
Ia mencontohkan suatu masyarakat yang ingin mendirikan sekolah tapi duitnya tidak maka bisa diganti dengan menyuruh anak-anak sekolah tapi biayanya ditanggung. " Yang penting buta huruf bisa hilang tapi ongkosnya lebih murah," pungkas ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini. 

Sumber: Biangnews.com

No comments:

Post a Comment