Friday, 1 April 2016

Setelah BPJS, Tapera, Kini THR

Kebijakan Pemerintah Dianggap Tak Adil


Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani. DUTA.dok
SURABAYA - Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dianggap Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak adil. Setelah keharusan memberikan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kini pengusaha dibebankan dengan tunjangan hari raya (THR).

Untuk THR, keputusan ini ditetapkan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6/2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang diundangkan mulai 8 Maret 2016 memutuskan pekerja kontrak dengan minimal masa kerja satu bulan, sudah berhak mendapatkan THR. "Kita nggak pernah diajak bicara. Sebetulnya sih itu dirasakan kurang fair," ujar Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani.


Haryadi mengatakan, Apindo lebih pro terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja/Buruh yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal tiga bulan.
"Kita lebih pro ke peraturan tiga bulan dulu bekerja baru bisa mendapatkan THR. Untuk tiap pekerjakan ada masa uji coba dulu," tuturnya.

Menurut Haryadi, mestinya keputusan pemerintah itu yang memicu produktivitas suatu perusahaan untuk berkembang, tapi kebijakan yang baru dicetuskan Kementerian Ketenagakerjaan ini membuat beban perusahaan bertambah. "Jadi beban. Orang kan perlu masa percobaan. Tidak memicu juga suatu produktivitas," tutur Haryadi.

Menurut Haryadi, setiap pengusaha membutuhkan kebijakan jangka panjang. Tapi, jika keputusan yang mewajibkan pengusaha membayar THR untuk pekerja kontrak yang baru satu bulan, jelas itu membebani.

"Jadi gimana usahanya mau bertahan. Boro mau bayar THR. Gaji saja enggak bisa kalau usahanya enggak bertahan. Hal-hal seperti ini yang seharusnya dipikirkan pemerintah," tuturnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicolas Mandey mengungkapkan, pengusaha akan semakin terbebani dengan kebijakan beruntun yang diberikan oleh pemerintah kepada para pengusaha.

"Kita sudah harus menanggung beberapa kebijakan sebelumnya seperti Tapera, BPJS. Ditambah aturan THR ini akan sangat membebani para pengusaha," kata Roy.

Apalagi, kondisi industri khususnya pada bidang ritel masih belum pulih pascaperlambatan ekonomi yang terjadi sepanjang 2015. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat bersikap kooperatif dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai sudut pandang, termasuk dari kalangan pengusaha.

"Ritel apalagi belum recovery seutuhnya tahun ini. Kita harapkan pemerintah melakukan dialog dahulu dengan pengusaha," jelasnya.

Roy melanjutkan, pemerintah perlu melakukan pembahasan kembali aturan ini dengan para pengusaha. Dengan begitu, akan dihasilkan aturan yang lebih adil dan bermanfaat bagi pemerintah, karyawan, hingga kalangan pengusaha secara keseluruhan.

"Harus dialog dulu dengan semua asosiasi. Jangan tiba-tiba ada aturan ini tanpa sepengetahuan pengusaha. Ini akan memberatkan tentunya. Pasti menambah beban," tukasnya. (bbs)

No comments:

Post a Comment