Friday 11 March 2016

Amalan Agar Suami-Istri Harmonis

Ubudiyah


Seorang isteri sudah semestinya menaati suaminya. Namun suami juga harus memenuhi hak-hak isterinya termasuk juga di dalamnya hak untuk mendapatkan kenikmatan seksual. Dalam hubungan intim dengan isteri suami jangan hanya mencari kepuasan diri sendiri, tetapi harus sama-sama saling menikmati.


Jika kemudian ada masalah dalam hubungan intim seperti pihak suami kurang bisa memuaskan isterinya karena mengalami ejakulasi dini, hal ini harus dikonsultasikan baik-baik dengan isteri dan dicari jalan keluarnya. Misalnya dengan melakukan konsultasi kepada dokter spesialis dan melakukan pengobatan. Dalam hal ini dukungan isteri mutlak diperlukan.



Kami melihat bahwa penanya sudah melakukan upaya-upaya serius untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam kasus ini berobat menjadi keharusan, tetapi berdo’a juga tidak kalah pentingnya. Berobat dan berdo’a sudah semestinya berjalan beriringan.


Sedangkan do’a khusus yang diajarkan Nabi Muhammad saw mengenai kasus ejakulasi dini sepanjang penelusuran kami dalam pelbagai literatur Islam klasik tidak ditemukan. Tetapi kami hanya menemukan doa yang dipanjatkan oleh Ibnul Mukadir, salah seorang tabi’in. Doanya sebagai berikut.


Allahumma qawwi dzakarî fa innahû manfa’atun li ahlî. Artinya, “Ya Allah, kuatkan dzakarku karena sesungguhnya hal itu bermanfaat buat isteriku.”


Menurut keterangan yang terdapat dalam kitab Faidlul Qadir karya Abdurra’uf al-Munawi, Ibnul Munkadir memanjatkan doa agar dikuatkan dzakarnya semata-mata untuk memenuhi apa yang menjadi hak isterinya. Dengan kata lain untuk memenuhi birahi isterinya. Sebab, syahwat-birahi perempuan itu ada pada laki-laki. Jika dibiarkan atau tidak “disentuh”, dikhawatirkan perempuan akan terjerumus ke dalam perzinahan.


Artinya, “Ibnul Munkadir berdo’a, ‘Ya Allah, kuatkan dzakarku karena sesungguhnya hal itu bermanfaat buat isteriku’. Doa itu dipanjatkan agar Allah menguatkan dzakar Ibnul Munkadir semata-mata untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami yang menjadi hak isterinya, bukan untuk mengumbar syahwatnya. Sebab, birahi perempuan itu ada pada laki-laki. Apabila dibiarkan, dikhawatirkan perempuan akan terjerumus ke dalam perzinahan,” (Lihat Aburra’uf al-Munawi, Faidlul Qadir, Darul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, cet ke-1, 1415 H/1994 M, juz, IV, h 145).


Penjelasan yang terdapat dalam kitab Faidlul Qadir di atas sangat menarik untuk dicermati dan diperhatikan terutama bagi para suami. Sebab, acap kali kita mendengar berita di pelbagai media massa perselingkuhan perempuan yang sudah bersuami dengan alasan suaminya tidak bisa memuaskan atau membahagiakannya di ranjang. Kendati harus dicatat bahwa kekurangan suami itu bukan alasan pembenaran atas praktik zina dan menurunnya sikap harmonis.(nur)

No comments:

Post a Comment