Sunday 13 March 2016

“Membungkus Bahagia dalam Tabir Sunyi”

Judul: Separuh Hati yang Sunyi
Penulis: 50 Cerpenis
Penerbit: FAM Publishing
Jumlah halaman: x + 408 hal
Ukuran: 14 x 20 cm
Terbit: Desember 2015
ISBN: 978-602-335-06-6
Harga: Rp55.000,-

Separuh Hati yang Sunyi” bercerita tentang seorang perempuan bernama Ar yang mengalami sakit asma kronis dan tergantung pada alat hisap pernapasan bernama inhaler. Ar yang bekerja di sebuah perusahaan, menghabiskan separuh gajinya untuk pengobatan, bahkan terkadang gajinya tak bersisa. Atau justru meminjam teman satu kantor untuk tambahan biaya berobat. Namun Ar menyembunyikan hal tersebut dari ibu kandungnya. Ar tak tega melihat beban berat yang ditanggung ibunya.

Sejak ayahnya meninggal, ibulah tulang punggung di keluarga itu. Sang ibu rela bekerja di rumah orang kaya demi memenuhi semua biaya hidup dan biaya sekolah Ar. Meski kemudian Ar sudah bekerja, tak pernah sekalipun ibunya meminjam atau meminta uang pada Ar. Ar diberi kebebasan memakai penghasilannya untuk keperluan pribadi.
Namun siang itu—sepulang Ar dari kantor—ia mendapati ibunya yang sedang bersedih. Sang ibu diberhentikan kerja dan memiliki tanggungan yang tak sedikit, hingga dengan sungkan dan kikuk, meminjam uang pada Ar. Gadis itu merasa sedih dan terharu. Ia menangis di pangkuan ibunya dan meyakinkan sang ibu bahwa tak ada pinjam meminjam di antara anak dan orangtua.
            “Ibu tidak perlu pinjam. Apa yang Ar miliki, itu juga milik Ibu.” (hal; 6). Namun sesungguhnya Ar menyembunyikan sakit dan kesedihannya dari ibunya. Begitu ia masuk kamar, Ar menahan suara napasnya dengan bantal dan terburu-buru menancapkan inhaler ke lubang hidung.
Menurut dokter, jika Ar ingin sembuh, ia harus berjuang dengan caranya. Banyak bersepeda, jalan kaki atau berenang. Kesembuhan paling cepat adalah perasaan bahagia. Begitulah nasehat dokter yang diterimanya, hingga Ar bertekad mempraktikkan nasehat dokter tersebut, ia akan berusaha selalu bahagia dan bisa menyederhanakan semua masalah. Tapi, tekad Ar hanya sebatas harapan. Sejak ia menguatkan tekad itu, justru kabar buruk datang bertubi-tubi yang membuat Ar makin tertekan dan terpuruk.
Setelah kabar buruk ibunya diberhentikan kerja, disusul dengan pemutusan cinta sepihak dari kekasihnya, Roy. Tanpa alasan jelas. Kabar buruk lainnya datang dari Marlin teman satu kantornya. Tanpa tedeng aling-aling, Marlin menyatakan telah menjadi kekasih Roy. Kabar buruk yang datang bertubi-tubi dan mengagetkan itu, membuat sakit Ar bertambah parah. Pada titik kritis, Ar tidak menemukan inhaler di dalam tasnya. Dadanya sakit, napas mengi,wajah membiru, urat-urat menegang dan tangannya terkulai lemas. Sebuah kekuatan aneh menarik jiwa Ar tanpa bisa dilawan, menyedot secepat kilat, membawanya terbang entah ke mana dan tak ingat apa pun lagi.
Cerpen ini menggambarkan kisah tragis tokoh Ar, berupa kepiluan demi kepiluan yang menimpanya. Seakan-akan tokoh ini tidak diberi kesempatan bahagia atau menghirup udara segar barang sedetik. Namun justru di balik rentetan kepiluan itu, terselip pesan yang dalam tentang pentingnya menyederhanakan masalah. Seberat apa pun sakit yang diderita, ada obat penyembuh. Obat yang paling manjur adalah membebaskan diri dari tekanan dan menyematkan rasa bahagia, sebab masalah dalam hidup akan selalu datang dalam berbagai bentuk. Kesunyian bukan akhir kebahagiaan. Sejatinya, hidup untuk dinikmati dan disyukuri. Pada ruang syukur itulah, kebahagiaan yang mendorong kesembuhan akan didapat.
Cerpen “Bangun Arc The Triomphe-mu” yang ditulis Prayinda Elsa, mengambil latar Kota Kediri, khususnya monumen terkenal yang menjadi icon kota ini yaitu monumen Simpang Lima Gumul. Banyak kalangan menilai, bangunan ini menyerupai Arc The Triomphe di Paris. Tak heran, jika banyak penulis terinspirasi mengangkat tema bangunan ini dalam karyanya, termasuk Prayinda Elsa.
Cerpen ini mengisahkan dua sahabat yang masih berstatus mahasiswa, di mana tokoh Fahrizal meyakinkan sahabatnya (Elfia), bahwa tak ada kata ‘lelah’ dalam proses berjuang. Seperti kokohnya bangunan Arc The Triomphe, harus sekokoh itu pula tekad berjuang. Penulis menyelipkan pesan, bahwa rintangan harus ditaklukan. Pesan lain diselipkan dalam kalimat kiasan, “Aku yakin, suatu hari kamu akan menemukan tempat yang tepat untuk membangun Arc de triomphe-mu, El” (hal: 115).
Cerpen-cerpen lainnya tak kalah menarik untuk dibaca, inspiratif dan mengandung pesan-pesan bermakna. Dalam buku ini terdapat 50 cerpen yang ditulis 50 cerpenis dari berbagai tingkatan usia dan berasal dari berbagai kota. Pembaca akan dimanjakan dengan beragam tema inspiratif, menyentuh dan memberikan motivasi tentang berbagai persoalan di sekitar kita. Buku ini layak menjadi bacaan Anda. []

*)Aliya Nurlela, Pegiat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Menulis novel dan cerpen. Karya-karyanya sudah terbit di berbagai media. Novel terbarunya “Senyum Gadis Bell’s palsy” (2015).


No comments:

Post a Comment