Kota Parakan pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, yaitu tidak lama dari saat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Di kota kecil yang kini masuk kabupaten Temanggung Jawa Tengah ini di dalamnya berdomisili beberapa kiai yang oleh masyarakat luas dikenal mempunyai ilmu hikmah yang kemudian di tangan mereka atas- izin Allah- bambu runcing memiliki pamor atau tuah sebagai bekal senjata perjuangan tentara dan rakyat dalam menghadapi penjajah kolonial yang hendak kembali menguasai tanah air Indonesia.
Para kiai sepuh itu pula yang menjadi salah satu pelopor terbentuknya Barisan Muslim Temanggung (BMT), sebuah organisasi yang mewadahi para ulama dan pemuda-pemuda santri Temanggung serta kawasan Kedu pada umumnya. Di samping merupakan gerakan masa yang gigih berjuang mempertahankan kemerdekaan, BMT salah satunya juga berperan melayani dan menyambut para pejuang bangsa dari macam-macam elemen kelaskaran dan daearah saat mereka berdatangan ke Parakan untuk mendapatkan bekal kekuatan spiritual dan senjata bambu runcing sebelum terjun ke medan pertempuran.
Para kiai bambu runcing yang dikenal memiliki ilmu hikmah tersebut dengan sendirinya menarik ribuan pejuang dari berbagai daerah untuk mengunjungi Parakan saat itu. Bahkan tidak saja para pejuang kelaskaran biasa tetapi juga para tokoh pemimpin bangsa dan tokoh agama yang menyempatkan datang ke Parakan.
Para kiai dimaksud yang menjadi tokoh penting di Parakan waktu itu antara lain: KH Subkhi (Subuki), KHR Sumo Gunardo, serta para kiai lain di Parakan dan Temanggung seperti KH M Ali, KH Abdurrahman, KH Nawawi, KH Istakhori dan juga KH. Mandzur dari Temanggung.
Ketika Parakan sedang ramai menjadi pusat penempaan bekal spiritual bagi para pejuang, Hadhratussyekh Hasyim Asyari berinisiatif mengunjungi Parakan untuk memberi wejangan kepada Barisan Muslimin Temanggung (BMT) atau yang dikenal juga dengan barisan Pasukan Bambu Runcing.
Namun, sebagaimana diceritakan KH. Muhaiminan Gunardho (pendiri Pondok Kiai Parak Bambu Runcing dan putra K.H.R Sumo Gunardo), sebelum KH. Hasyim Asy'ari, Tebuireng datang di Parakan untuk memberi wejangan kepada BMT, pengurus BMT dan para ulama Parakan segera mengadakan musyawarah.
Musyawarah tersebut memutuskan yaitu jangan sampai Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari rawuh dulu ke Parakan, tetapi kita dulu yang sowan kepada beliau di Tebuireng Jombang.
Maka yang menghadap sowan ke sana adalah KH. Subchi, KH. Nawawi, K. Ali/K. Syahid Baidhowi. Mereka yang sowan ke Tebuireng, ternyata didawuhi juga oleh KH. Hasyim Asy'ari untuk menyepuh bambu runcing.
Penyepuhan bambu runcing di Jombang dilakukan dengan tata cara sebagaimana di Parakan. Sejak menghadap KH. Hasyim Asy'ari dan selanjutnya diperintahkan mengasma' bambu runcing di Jombang, lalu nama KH. Subchi dan Bambu Runcing Parakan mulai dikenal di Jawa Timur.
Setelah kunjungan para Kiai Parakan ke Jombang, tidak berapa lama datang rombongan pemuda pejuang Hizbullah Jombang ke Parakan. Mereka memakai pakaian serba hitam, dan peci hitam. Selain itu banyak tamu terhormat kemudian datang ke Parakan. Di antaranya ialah KH. Saifudin Zuhri datang bersama Mr. Wongsonegoro, Gubernur Jawa Tengah waktu itu. Beliau ditemui ketua BMT KH. Nawawi.
KH Saifudin Zuhri dan Gubernur Wongsonegoro setelah keduanya ditemui di kantor BMT yang selalu ramai, beliau berdua kemudian diantar ke rumah KH. Subchi oleh KH. Nawawi, Kiai Ali dan KH. Mandhur yang pada waktu itu ketua laskar Sabilillah Karesidenan Kedu.
Berdasarkan catatan KH. Muhaiminan Gunardho para tokoh penting yang datang ke Parakan pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI saat itu adalah: KH. Wahid Hasyim, KH. Masykur, Jendral Soederman beserta divisinya, KH. Zainal Arifin, ketua Hizbullah dan Moh Roem, KH. Saifudin Zuhri, Wongsonegoro, gubernur Jawa Tengah serta Ruslan Abdul Ghani Ada satu fragmen mengesankan yang menunjukkan betapa rendah hatinya Kiai Subkhi yang merupakan kiai yang paling disepuhkan (dituakan) diantara barisan kiai bambu runcing ketika KH. Saifudin Zuhri menyampaikan maksud kedatangan beberapa tokoh seperti KH. Wahid Hasyim, KH. Masykur dan KH. Zainal Arifin.
Setelah mendengar maksud mereka, KH. Subkhi tidak kuasa menahan rasa haru, seraya berucap dengan bahasa Jawa, "Kengeng menopo panjenengan kok mboten sowan lan nyuwun dateng KH. Siroj Payaman utawi KH. Dalhar Watucongol. Panjenenganipun kekalih meniko ulamaipun Gusti Allah." (Kenapa kok kalian tidak menghadap saja kepada KH. Siroj Payaman atau KH. Dalhar Watucongol (Magelang). Beliau berdua merupakan ulamanya Allah. (nur/mha)
No comments:
Post a Comment