Monday 15 February 2016

Kajian Islam Nusantara Akan Diperkuat

Jakarta- Direktur Program Pascasarjana STAINU Jakarta yang baru, Mastuki HS mengatakan, pihaknya akan memperkuat kajian Islam Nusantara dengan melibatkan para pakar dan peneliti yang menekuni bidang ini.


Hal itu disampaikannya di ruang pertemuan kantor PBNU Jakarta, Senin (15/2) siang, sesaat setelah dikukuhkan sebagai Direktur Program Pascasarjana STAINU Jakarta menggantikan Ishom Yusqi. Pengukuhan dilakukan oleh Ketua STAINU Jakarta Syahrizal Syarif yang disaksikan Ketua BP3T NU KH Mujib Qulyubi.



Menurut Mastuki, diskursus “Islam Nusantara” saat ini sudah sangat populer terutama setelah dijadikan tema Muktamar ke-33 NU di Jombang, 2015 lalu.
STAINU Jakarta merupakan perguruan tinggi Islam di Indonesia yang pertama kali membuka program studi Islam Nusantara.


“Kita akan memperkuat posisi kajian Islam Nusantara ini. Di luar banyak sekali yang hadir untuk memperkaya perspektif kajian Islam Nusantara,” kata Mastuki, kemarin.


Ditambahkan, Pascasarjana STAINU Jakarta juga akan bersinergi dengan perguruan tinggi Islam yang lain untuk mengembangkan kajian Islam Nusantara secara lebih mendalam dan spesifik pada beberapa fokus kajian.


Pengukuhan direktur dan para pimpinan Program Pascasarjana STAINU Jakarta yang baru itu diadakan di sela rapat Rapat Dewan Dosen STAINU Jakarta untuk Semester Genap tahun akademik 2015-2016. Hadir para dosen STAINU dari Kampus A Matraman Jakarta Pusat, Kampus B Parung Bogor dan Kampus C Kedoya Jakarta Barat.


Terpisah Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Muhib Aman Aly menyatakan bahwa Islam Nusantara sama sekali tidak antiarab. Hal demikian ini diungkapkannya di hadapan para utusan cabang NU se-Jawa Timur pada acara Bahsul Masail Islam Nusantara di Universitas Negeri Malang, Sabtu, (14/2) lalu.


“Dengan Islam Nusantara bukanlah berarti bahwa kita anti-Arab,” tegasnya.


Ia mengungkapkan bahwa jika saja kita memahami Islam Nusantara sebagai sebuah metode dakwah, maka tidak akan ada kesalahpahaman. Karena sejatinya Islam Nusantara adalah metode dakwah semata. Karena kondisi Nusantara dengan Timur Tengah tidak sama.


“Jika saja kita memahami Islam Nusantara, maka tidak akan ada NU garis-garisan. Karena Islam Nusantara adalah cara para wali songo untuk memasukkan Islam ke Nusantara,” paparnya.


Selanjutnya, ia menjelaskan tentang pentingnya memasukkan nilai-nilai Islami kepada budaya-budaya lokal sepanjang budaya itu bisa diislamisasi. Hal ini penting bagi dakwah Islam. Karena dakwah dengan model apapun, harus bisa beradaptasi dengan tradisi lokal sehingga Islam dapat di terima dengan baik. Strategi ini juga dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam merangkul kelompok-kelompok lain saat di Madinah.



“Tidak mungkin untuk membangun peradaban Islam tanpa adanya budaya dari luar yang kita Islamisasikan,” lanjutnya. (nur)

No comments:

Post a Comment