Wednesday 24 February 2016

Korupsi 2015 Rugikan Rp 3,1 T

JAKARTA– Sepanjang tahun 2015, korupsi telah merongrong uang negara Rp 3,1 triliun. Demikian pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Menurut anggota investigasi ICW Wana Alamsyah, angka itu berdasarkan jumlah kasus korupsi yang sudah masuk tahap penyidikan, yakni 550 kasus. Komposisinya, pada semester pertama 308 kasus dan semester kedua 342 kasus.
“Jumlah tersangka selama tahun 2015 sebanyak 1.124 tersangka dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 3,1 triliun dan nilai suap sebesar Rp 450,5 miliar,” kata Wana dalam keterangan persnya, Rabu (24/2).



Dia menjelaskan, meski jumlah kasus pada semester kedua menurun, namun secara nilai kerugian negara justru meningkat dan angkanya lebih besar.
“Kejaksaan pada tahun 2015 menangani kasus 369 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,2 Triliun dan nilai suap sebesar Rp 2,9 miliar,” ujarnya.
Adapun kepolisian di tahun 2015 hanya menangani 151 kasus korupsi. Dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,1 Triliun dan nilai suap sebesar Rp 23,5 miliar.


Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun 2015, menangani kasus sebanyak 30 kasus, dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 722 miliar dan nilai suap sebesar Rp 424 miliar.
Menurut Alam, dalam pemantauan ini pihaknya merujuk website resmi institusi penegak hukum dan media cetak dan online. Sedangkan waktu pemantauannya dari 1 Juli sampai 31 Desember 2015. Metodologi digunakan dalam pemantauan kasus korupsi ini di tingkat penyidikan yang telah ada tersangkanya.


Kasus korupsi tersebut pun sudah diungkap ke publik oleh penegak hukum, baik melalui website resmi atau media masa dan online.‎




Sementara itu, ‎Koalisi masyarakat sipil antikorupsi menyambangi Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Rabu (23/2). Kedatangan koalisi masyarakat sipil antikorupsi tersebut dalam rangka menyampaikan perkembangan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koalisi masyarakat sipil antikorupsi itu terdiri dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) ICW, Transparency International Indonesia (TII), Change.org, dan Pemuda Muhammadiyah. Koordinator ICW Ade Irawan menuturkan,‎ kedatangannya menemui Ketua MPR untuk meminta dukungan agar revisi UU KPK dihentiikan.


Menurut Ade, memang Presiden Jokowi dan DPR sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK. “Keputusan ditunda pembahasannya itu akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa saja meledak. Lebih baik jika pembahasan revisi UU KPK itu dihentikan‎,” kata Ade di ruang kerja Zulkifli Hasan.
ICW, kata Ade, tidak anti terhadap revisi, namun revisi yang dilakukan hendaknya dapat menguatkan lembaga antirasuah tersebut. Dirinya menyatakan, setelah membaca draft revisi UU KPK melihat lebih banyak poin yang melemahkan KPK daripada menguatkan. “Revisi lebih banyak memperlemah KPK, itu setelah kami baca draftnya,” ujar Ade.


Sementara itu‎, Zulkifli menegaskan bahwa terkait revisi UU KPK dirinya akan mengikuti suara dari KPK sendiri. Karena menurutnya, jika revisi dilakukan maka yang akan menggunakan hasil revisi itu adalah KPK itu sendiri.
“Kalau saya dari awal jelas bahwa akan ikut (kemauan) KPK. Kita ikut kesepakatan KPK sebagai pemakai. Kalau KPK tidak setuju yan sudah kita ikuti,” ujar Zulkifli.


Zulkifli mengaku khawatir terhadap besarnya gelombang penolakan terhadap revisi UU KPK dari masyarakat yang bisa berimbas pada gangguan stabilitas nasional.


Untuk itu, dirinya menyarankan Presiden Jokowi untuk duduk bersama DPR dan juga KPK untuk menyelesaikan persoalan revisi UU No 30 Tahun 2002 itu. “Saya sampaikan ke presiden kita harus dengarkan suara rakyat. Saya usulkan agar ‎presiden duduk bersama DPR dan KPK, saya sampaikan ke presiden sebelum bertolak ke Amerika,” ujar Zulkifli.


Sebelumnya, tiga Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Gerindra, dan Fraksi Demokrat berkeras mendorong pencabutan rencana revisi UU KPK dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pimpinan DPR menunda pembahasan revisi tersebut mereka nilai belum cukup.


Namun, Ketua DPR Ade Komaruddin menyangkal ada fraksi yang meminta pencabutan revisi UU KPK dari Prolegnas 2016. Ia mengatakan, sikap resmi fraksi-fraksi baru akan terlihat pada pendengaran pandangan fraksi-fraksi berikutnya.


Sementara, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan, penundaan revisi yang diumumkan Presiden bukan berarti pembatalan pembahasan. Ia mengatakan, pembahasan masih terbuka untuk dilakukan kembali. Hasto menegaskan, rencana revisi bukan untuk melemahkan KPK.



Sementara itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo segera memutuskan pemberian depoonering atau mengesampingkan kasus dua mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Keputusan depoonering akan diberikan dalam waktu dekat ini.


Prasetyo mengatakan, keputusan itu diambil pekan ini. “Minggu ini akan kami putuskan,” kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/2).


Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Japindum) ini telah meminta pandangan kepada sejumlah pihak terkait rencana pemberian depoonering. Seperti Mahkamah Agung dan kepolisian.
Pihak yang diminta pendapat, kata Prasetyo, menyerahkan kepada dirinya. Terlebih, depoonering ini merupakan hak preogratifnya. “Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Jaksa Agung,” ujar dia.


Di tempat terpisah, Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Anang Iskandar masih berharap kasus Samad dan Bambang ini tetap dibawa ke pengadilan. Nantinya, kata dia, biarkan pengadilan yang memutuskan apakah Samad dan Bambang bersalah atau tidak.


“Kalau sudah penyidikan mestinya dibuktikan di pengadilan, kalau tidak salah putusannya pasti bebas, kalau salah pasti dihukum, criminal juctice system begitu,” kata Anang.


Perkara yang membelit Abraham Samad dan Bambang Widjojanto muncul awal tahun lalu. Keduanya menjadi tersangka di Mabes Polri. Tapi, penetapan Samad dan Bambang sempat menuai polemik. Musababnya, keduanya eks pimpinan KPK ini dijadikan tersangka setelah KPK menetakan calon Kapolri kala itu, Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.



Kasus yang menjerat Samad dan Bambang pun sudah dilimpahkan ke Kejaksaan buat segera diadili. Di tengah pelimpahan itu, Prasetyo mulai memikirkan untuk mengesampingkan kasus keduanya. tri, mer, kcm, dit

No comments:

Post a Comment