Sunday, 13 March 2016

Olimpiade Robot Singapura, Ocha Wakili Indonesia

SISWI MADRASAH DALAM ASIAN YOUTH ROBOT OLIMPIADE 2016
Madrasah tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka juga bias mengukir prestasi. Syahrozad Zalfa Nadia alias Ocha (9) siswi Madrasah Ibtidaiyah (MI) itu tengah mengikuti Asian Youth Robot Olimpiade (AYRO) 2016 di Singapura.
USIANYA baru 9 tahun, sekarang masih duduk di bangku kelas 4 Madrasah (Ibtidaiyah) Pembangunan UIN Jakarta. Prestasinya luar biasa, dan berhasil membawa nama Indonesia di kancah internasional. Itulah Syahrozad Zalfa Nadia yang akrab dipanggil Ocha.

Sejak Minggu (13/3) kemarin ia sudah sibuk di Singapura. Ocha sedang mengadu kecerdasan bersama ratusan pelajar dari berbagai negara dalam ajang Asian Youth Robot Olimpiade (AYRO) 2016 di Singapura yang berakhir hari ini, Senin 14 Maret 2016.
Dalam perlombaan itu, Ocha, turun di tiga kategori perlombaan, yaitu Creative Robotic, Brick Speed dan Aerial Robotic. Menurut Himatul Laily Waisnaini, ibunda Ocha, putrinya telah sering mengikuti ajang lomba robotik tingkat nasional. Bahkan di 2015 lalu, Ocha sempat menorehkan prestasi yang menggembirakan.
“Terakhir juara pada awal tahun ini. Ocha menjuarai medali emas pada ajang Y-Rofest di Serang, Banten,” kata Laily.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, siswa yang dikenal multi talenta itu memang telah berhasil menorehkan prestasi di ajang kejuaraan robotik tingkat nasional. Dia pernah mendapatkan medali emas pada kategori 2 on 2 soccer dan Special Award pada kategori Kinder Mission Junior pada Kontes Robot Nasional ketiga (3rd KRON 2015) di Jakarta.
Di ajang Asian Youth Robot Olimpiade (AYRO) 2016, Ocha yakin bisa sukses. Bersama sang ibu, Laily, Ocha memuluskan langkahnya di kejuaraan internasional itu. Tidak perlu ada persiapan yang istimewa, karena semua sudah menjadi kebiasaan dalam belajar. “Biasa saja. Saya sendiri yang mendampingi, mengikuti lomba di sana,” ucap dia.
Kiprah madrasah di kancah kejuaraan robotik tak hanya ditorehkan Ocha. Baru-baru ini, siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Tangerang yaitu Damanhuri dan Sumardhika juga menjadi juara pertama di kategori Maze Solving/Line Follower Senior pada kejuaraan International Robotics Games yang diselenggarakan oleh SMU Pondok Karya Pembangunan (PKP) Jakarta pada 8 Maret 2016. Selain itu, dua siswa MAN 2 Jakarta diwakili oleh M. Alfis Ramadhan, Khairi Ubaidah, dan dan Rahman Dani meraih tempat kedua, dalam kejuaraan International Robotic Games itu diikuti oleh peserta dari beberapa negara, termasuk Indonesia, Philiphina, Thailand, Brunei Darussalam, Jepang dan Malaysia.
Semangat berprestasi siswa madrasah ini, tidak lepas dari keseriusan Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Madrasah. Lembaga ini telah menunjukkan perhatian dan kepeduliannya terhadap masa depan pelajar madrasah di Indonesia khususnya dalam bidang teknologi.
“Tercapainya kondisi tersebut di lingkungan pendidikan madrasah dapat memacu siswa dalam meraih prestasi belajar, kreatif, inovatif dan menghasilkan penemuan teknologi baru yang membanggakan,” demikian disampaikan Direktur Pendidikan Madrasah M. Nur Kholis Setiawan di Jakarta, suatu ketika
Nurkholis berharap di masa mendatang Madrasah Robotic Festival (MRF) dapat diselenggarakan juga pada tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota. Sehingga peserta yang mengikuti Madrasah Robotic Festival (MRF) tingkat nasional telah melalui seleksi prestasi dan benar-benar merupakan siswa terbaik di tingkat provinsi.
Dengan demikian tidak menutup kemungkinan hasil Madrasah Robotic Festival (MRF) tingkat nasional merupakan bibit-bibit yang bisa diorbitkan pada kompetisi robot tingkat nasional maupun internasional yang berasal dari madrasah.
Ada kisah menarik dari anak SD yang melanjutkan di Madrasah Tasnawiyah (MTs) karena anjuran orang tuanya. Anak ini sempat protes keras, dan anak tersebut sekarang berhasil meraih medali emas lomba matematika di Korea Selatan.
Namanya Amiril Haq. Usai lulus bangku sekolah SDN 1 Rongtengah Sampang, Amiril Haq terpaksa harus mengikuti arahan orangtuanya untuk melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Bustanul Ulum di satu desa di Kabupaten Pamekasan. Setahun kemudian ia membuktikan bahwa pilihan orang tuanya itu sangat tepat. Madrasah mengantarkannya berprestasi keliling dunia. Sekolah MTs Bustanul Ulum yang berada di Kecamatan Waru, daerah pantai utara Pamekasan ini awalnya dinilai menjengkelkan. Daerah tersebut jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Pamekasan. Juga, daerah yang sangat asing baginya karena terbiasa hidup di ibukota Kabupaten Sampang.
Haqi, panggilan akrabnya, termasuk siswa berprestasi di Kabupaten Sampang. Ia pernah mewakili Sampang dalam ajang O2SN di Provinsi Jawa Timur. Kehormatan mewakili kota kelahirannya itu didapatkan setelah keluar sebagai juara pertama O2SN dari ratusan siswa SD se-Sampang.
Tak heran, ketika disarankan melanjutkan sekolah ke MTs Bustanul Ulum, Haqi mengaku sempat protes pada orang tuanya. Satu-satunya alasan ia menerima tawaran orang tuanya, setelah disajikan kliping koran yang memuat prestasi siswa Bustanul Ulum berhasil membawa pulang medali dari ajang Wizard at Mathematics International Competition (WIZMIC) 2011.
Matematika bagi Haqi, seperti jalan hidupnya. Kegemarannya menonton film detektif dalam memecahkan permasalahan, diakuinya mengisi relung inspirasi hidupnya. Keinginan untuk menjadi detektif sangat kuat membara, sehingga ditanam sebagai cita-cita.
“Matematika adalah memecahkan persoalan dengan logika. Sangat menarik untuk mengajak berpetualang sebagaimana cita-cita saya yang ingin menjadi detektif,” ulas Haqi.
Semangat kuat untuk menjadi detektif dengan mempelajari matematika memang tidak sia-sia. Menginjak bangku kelas I MTs Bustanul Ulum, Haqi langsung tampil moncer dari siswa-siswa lainnya. Hanya berselang tiga bulan tercatat sebagai siswa Bustanul Ulum, Haqi sudah terlihat menonjol dengan mengungguli teman-teman di sekolahnya. Haqi akhirnya ditunjuk untuk mewakili MTs Bustanul Ulum dalam ajang olimpiade matematik tingkat Kelompok Kerja Madrasah (KKM) Sumber Bungur.
Pertamakali mewakili MTs Bustanul Ulum, Haqi tidak mampu keluar sebagai juara di tingkat KKM itu. Haqi mengaku kecewa. Pijakan untuk bangkit kegagalan dari ajang Olimpiade Matematika tingkat KKM, diakui Haqi adalah dorongan dari Kepala Madrasah Bustanul Ulum kala itu, No’man Afandi.
“Kakeh pokok teros ajher paggun juara. Mun tak juara, kettok tang tanang. Kakeh andik kalebbian bisa cepet hapal (Asal terus belajar, kamu pasti juara. Kalau tidak juara, potong tangan saya. Kamu punya sisi lebih, bisa cepat hafal),” ucap Haqi, menirukan perkataan No’man Afandi yang sudah dianggap sebagai orang tuanya.
Apa yang disampaikan No’man mulai terbukti. Tiga bulan berselang dari olimpiade matematika tingkat KKM, Haqi mulai berprestasi di tingkat Kabupaten Pamekasan. Dalam ajang Olimpiade Matematika tingkat Kabupaten Pamekasan, Haqi keluar sebagai juara harapan I.
Hanya berselang seminggu dari ujian kenaikan kelas di MTs Bustanul Ulum, Haqi mendapatkan kabar lolos sebagai salah satu peserta World Mathematics Invitational (WMI) yang diadakan oleh Korean Gifted Students Evaluation Association (KGSEA).
Bayang-bayang akan bersaing dengan 700 peserta dari 12 negara, makin membulatkan tekad bahwa ajang WMI bukan sekedar ajang antar-siswa. WMI oleh Haqi ditetapkan sebagai ajang mempertaruhkan nama baik Indonesia.
“Saya menetapkan diri sebagai duta madrasah dan duta Indonesia. Saya makin percaya diri, bahwa saya bisa,” ucap Haqi.
Selain giat belajar, sejatinya Haqi mengaku memikirkan biaya keberangkatannya ke Korea Selatan. Kabar bahwa keberangkatannya ke Korea Selatan tidak dibiayai negara membuatnya sempat gundah. Bayang-bayang gagal berangkat ke Korea Selatan diakuinya sempat menghantui.
Untungnya, biaya keberangkatan ke Korea Selatan sudah ditegaskan oleh pihak madrasah, bahwa akan ditanggung madrasah tempat ia menimba ilmu. Semangat yang sempat pudar kembali membara di hatinya. Selama tiga bulan lebih, Haqi terus berkutat dengan rumus-rumus matematika.
Pandangan sebelah mata terhadap siswa madrasah, diakui Haqi sempat dirasakan saat baru dimondokkan ke Bustanul Ulum. Teman sejawatnya di SDN I Rongtengah diakui Haqi sempat menanyakan apa cita-citanya melanjutkan pendidikan ke madrasah. Bahkan, guru semasa di SDN Rongtengah juga sempat menanyakannya. Apa mau jadi modin?
Namun, pertanyaan yang bernada sanksi dari teman sejawat dan sebagian gurunya di SDN I Rongtengah berubah total setelah Haqi lolos ke ajang WMI. Teman sejawatnya yang semula sering mempertanyakan, ikut mendukungnya dan mengaku bangga. Bahkan, Haqi makin semangat untuk mengkampanyekan madrasah sebagai sekolah terbaik membaca sejarah tokoh muslim yang jadi ahli Matematika.
“Ibnu Sina, Aljabar, dan beberapa tokoh muslim lainnya banyak yang ahli matematika. Cikal bakal matematika adalah di madrasah. Makanya, kami makin bangga dengan madrasah. Itu lah yang sering saya sampaikan pada teman-teman yang sekolah di sekolah umum,” ulas Haqi.
Lomba di Korea bukan hal mudah. Apalagi saat itu panitia WMI, menyajikan sebagian soal dengan bahasa lokal Korea Selatan, bukan bahasa Inggris. Kondisi itu diakui Haqi sempat membuatnya panik. Bahkan, rasa kecewa sempat hadir ketika membaca soal-soal yang disajikan.
Meski harus dihadapkan dengan sebagian soal yang menggunakan bahasa lokal Korea Selatan, Haqi ternyata mampu menjawab tantangan dengan baik. Haqi mampu menjadi salah satu peserta yang berhasil meraih medali perunggu. Haqi mampu menjadi salah satu yang terbaik dari 700 peserta yang berasal dari 12 negara.
Haqi memang patut berbangga. Sebab, raihan medali perunggu di ajang World Mathematics Invitational (WMI) yang diselenggarakan oleh Korean Gifted Students Evaluation Association (KGSEA)  menjadi simbol keberhasilan siswa madrasah di bidang sains. (dm,dt,kmn)

No comments:

Post a Comment