Sunday, 13 March 2016

Islam BerCahaya di Kupang,  Bermula dari Air Mata

Sejak dua abad silam, penjajah kolonial Belanda kerap mengasingkan tokoh-tokoh pejuang Islam di Jawa dan sekitarnya ke kawasan Nusa Tenggara Timur, terutama ke Kupang. Namun, pengasingan para pejuang itu justru membantu tersebarnya Islam di NTT.
Beberapa tokoh dai dan pejuang tercatat pernah menjalani pengasingan di Kupang. Antara lain, Pangeran Surya Mataram, Syech Syarif Abubakar bin Abdurrahman Al-Gadri, Pangeran Ali Basyah Machmud Gandakusumo, Raden Sutomo, Dipati Amir bin Bahren, dan Panglima Hamzah (Cing) bin Bahren. Tak hanya para ulama, bahkan Tan Malaka pun pernah diasingkan di sini.



Pangeran Surya Mataram, Pangeran Ali Basyah dan Raden Sutomo diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda dari Jawa sekitar tahun 1830-1860. Sebabnya sama, karena mereka adalah pendukung kuat perjuangan Pangeran Diponegoro.


Syech Syarif Abubakar bin Abdurrahman Al Gadri diasingkan oleh Belanda dari Pontianak, tahun 1860. Menurut beberapa catatan sejarah, dialah yang membuka jalan datangnya orang-orang Arab ke NTT. Sedangkan Dipati Amir bin Bahren dan Panglima Hamzah bin Bahren diasingkan dari Bangka juga pada 1860. Mereka diasingkan ke sebuah kampung di Kupang yang bernama Kampung Air Mata.


Hingga kini, Kampung Air Mata dikenal sebagai perkampungan Muslim bersejarah di Kupang. Dari sana, syiar Islam terus berkembang ke daerah-daerah di Kupang dan sekitarnya. Kini, meskipun minoritas, perkembangan dakwah di sana cukup menggembirakan. “Umat Islam di Kupang berkembang, baik secara kuantitas maupun kualitas,” seru Sanu Bajuri, Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Da'i Indonesia (IKADI) NTT .
Menurut data resmi pemerintah Provinsi NTT tahun 2007, penduduk Muslim di NTT hanya 8,51 persen dari sekitar 4,5 juta penduduknya. Sebanyak 54,56 persen Kristen Katolik, dan 34,12 persen Kristen Protestan.


Di Kupang sendiri, masih dari sumber dan tahun yang sama, dari 373,663 jiwa, terdapat 3,51 persen umat Islam. Tapi menurut Sanu, jumlahnya sebenarnya lebih dari itu, “Menurut data yang kami dapat dari pengumpulan ZIS di Kupang, jumlah umat Islam sebenarnya mencapai 30 persen. Angkanya sekitar 65 ribu jiwa. Jadi, kita sebenarnya terbesar kedua setelah Kristen. Katolik ada di bawah kita,” ujar Sanu yang bertugas di Kantor Wilayah Kementerian Agama NTT.


Selanjutnya, tambah Sanu, di samping ZIS, IKADI , berbagai ormas Islam dan masjid-masjid di Kupang akan melakukan pendataan umat secara riil sehingga didapat angka yang lebih akurat.

Pertambahan umat Islam yang cukup menggembirakan di Kupang memang tidak sepenuhnya berasal dari warga asli yang masuk Islam, tapi juga karena banyaknya pendatang Muslim ke Kupang. Mereka berasal dari Sumatra dan Makassar yang datang ke Kupang untuk berdagang. Para pendatang ini biasanya dipanggil Cina Hitam. “Potensi ekonomi di Kupang memang cukup menjanjikan. Pedagang Muslim di Kupang kini menguasai sekitar 50 persen kegiatan ekonomi di sana,” jelas Sanu.
Kondisi sosial yang kondusif juga ikut mendukung perkembangan umat Islam di sana, “Ukhuwah Islamiyah di sini juga baik. Meski berbeda ormas dan jamaah, umat Islam cukup kompak dalam mensyiarkan Islam,” ungkap Oktan Hidayat yang aktif sebagai dai di Kupang. “Hanya,” lanjut Oktan, “kami kekurangan dai yang mempunyai kafa'ah syar'i untuk memberikan pencerahan kepada umat.”

Berbagai ormas Islam memang aktif berdakwah di Kupang, antara lain Muhammadiyah, Hidayatullah, DDII, dan IKADI. Bahkan NU pun tumbuh subur di sini. Di Kupang, Muhammadiyah mendirikan Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) yang banyak menerima mahasiswa non-Nuslim. Hidayatullah pun memiliki sebuah pesantren di sini. Tak hanya lembaga dakwah, di Kupang juga ada Dompet Sosial 'Ibadurrahman (DESIR), lembaga amil zakat yang sudah berkiprah sejak tahun 90-an.
Ada sekitar 30-an masjid di Kota Kupang, mereka aktif melakukan syiar-syiar Islam. “Contohnya di Masjid Nurul Iman. Masjid itu aktif melakukan kajian-kajian, pengajian Ahad pagi, majelis taklim, TPA, bahkan sekolah sampai tingkat Madrasah 'Aliyah,” papar Oktan.
“Sayangnya kita belum memiliki sentra kegiatan Islam yang mampu menampung kegiatan dengan skala kota,” tukas Sanu menyayangkan.
Dengan harapan Islam dapat lebih berkembang, umat Islam di Kupang pun berusaha meningkatkan kualitas pendidikan. “Kami sudah mendapat izin dari Kementerian Agama untuk mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam di Kupang. Mohon doa, semoga tahun 2014 sudah terealisasi,” harap Sanu. (dsb/mas)

No comments:

Post a Comment