SURABAYA – Keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi sepertinya tidak sepenuhnya membuat Pemrov Jatim siap. Terbukti, pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya mengalokasikan Rp408 miliar untuk anggaran Bantuan Keuangan Khusus (BKK) terkait pengelolaan pendidikan tingkat SMA/SMK di seluruh Jatim. Meskipun begitu, Dinas Pendidikan Jatim bersikukuh pihaknya telah melaksanakan amanat undang-undang.
"Ini bagian dari komitmen Jatim melaksanakan amanat UU No.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, dimana kewenangan pendidikan menengah (SMA/SMK) diambil alih provinsi," ujar Kadis Pendidikan Jatim, Saiful Rahman saat hearing dengan Komisi E DPRD Jatim, Senin (14/3) kemarin.
Diakui Saiful, anggaran untuk penyelenggaraan pendidikan tingkat SMA/SMK tidak bisa 100 persen dipenuhi provinsi lantaran kemampuan keuangan provinsi masih terbatas. Karena itu komposisinya menjadi 60 persen provinsi, 20 persen kabupaten/kota dan 20 persen dari pusat.
Persoalan lain yang dihadapi saat pengambilalihan kewenangan pendidikan menengah oleh provinsi, yakni menyangkut penyerahan dokumen dari kabupaten/kota kepada gubernur yang akan dilaksanakan pada April 2016. Karena itu, pemprov melakukan finalisasi dengan melibatkan instansi terkait seperti inspektorat, BPKP terkait aset, BKD terkait kepegawaian yang melibatkan 32 ribu guru yang harus di SK Impasing tahun 2017.
"Banyak aset yang diindikasi bermasalah karena sekolah satu atap yang sertifikatnya hanya 1, model sekolah dan lain-lain," beber Saiful Rahman.
Selain itu, pemprov Jatim juga telah melakukan pemetaan, pemutihan dan pembinaan terhadap 300 kepala sekolah SMA/SMK di seluruh Jatim. "Provinsi tidak akan melakukan mutasi guru dan kasek sebab yang membedakan hanya pengelolaan. Kasek yang kosong akan dipublis untuk dilelang seleksi menjadi kasek. Baru setelah 2 tahun berjalan akan dilakukan evaluasi jika hasilnya jelek, Kasek akan diturunkan statusnya menjadi guru biasa," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli DaĆm menyatakan pengelolaan pendidikan tingkat SMA/SMK masih banyak dijadikan sebagai komoditas politik kepala daerah setempat untuk pencitraan. Padahal faktanya, pendidikan gratis tingkat SMA/SMK juga mendapat suntikan dari provinsi.
"Harusnya kepala daerah kabupaten/kota tidak perlu ragu dengan alih fungsi kewenangan pendidikan menengah diambilalih provinsi. Selain sudah menjadi amanat undang-undang, toh mereka tetap bisa menyelenggarakan pendidikan gratis asal mau sharring anggaran dengan provinsi," jelas politisi asal PAN.
Berdasarkan data yang ada, kabupaten/kota di Jatim yang telah menyelenggarakan pendidikan gratis hingga tingkat SMA/SMK baru diterapkan di dua daerah yakni Kota Surabaya dan Kota Blitar. Namun seiring dengan munculnya UU No.23 tahun 2014, mereka khawatir tidak lagi bisa menyelenggarakan pendidikan gratis hingga tingkat SMA/SMK. (ud)
No comments:
Post a Comment