SURABAYA - Keberadaan Menara Telekomunikasi Mikrocell (MTM) ditengarai tidak bisa mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini disebabkan lemahnya pengawasan terhadap provider yang menjamur di Kota Surabaya.
Selain itu, peraturan wali kota (Perwali) nomor 8 Tahun 2015 tentang Pendirian Menara Telekomunikasi Mikrocell (MTM) dituding tak efektif. Keberadaan perwali tersebut, ternyata tidak bisa mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Lemahnya peran perwali itu, menjadi sorotan Komisi C dan Komisi A DPRD Surabaya. Anggota Komisi C Vinsensius mengatakan, ada potensi kebocoran pendapatan untuk Kota Surabaya. Karena, belum ada aturan jelas, sehingga potensi pendapatan apakah masuk pada kepentingan sendiri.
“Hal ini, karena belum ada aturan jelas, khususnya mengenai perda tentang Microcell,” terang Vinsensius, Senin (14/3).
Politisi Partai Nasdem ini, menyampaikan keberadaan microcell atau MTM sebagai provider menempel pada papan reklame maupun Penerangan jalan umum (PJU) tersebar di sejumlah jalan di wilayah Kota Surabaya.
Dirinya mengaku tak yakin, jika keberadaan provider MTM yang terpasang di sejumlah titik reklame , masuk sebagai potensi pendapatan daerah.
Ia memperkirakan, keberadaan provider tersebut, menjadi lahan basah bagi pemilik reklame. “Saya rasa pemilik provider melakukan join dengan penggelola reklame. Kalau seperti ini, pajak pendapatnya masuk kemana? Bisa saja, menjadi pendapatan pemilik reklame,” tegasnya.
Saat hearing, Komisi C DPRD Kota Surabaya mengusir staf Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) yang dianggap tidak mampu mengambil kebijakan terkait tata kelola MTM. Politisi jalan Yos Sudarso ini, mengaku menyudahi rapat hearing dengan salah satu SKPD Pemkot Surabaya, karena tidak mampu menunjukkan data terkait provider telekomunikasi mikrocell.
“Berapa banyak potensi PAD yang didapat. Karena, provider ini menempel di papan reklame,” tandas dia.
Sementara itu, komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya menengarai pemerintah kota sengaja membiarkan tak ada ketentuan yang jelas dalam proses perizinan pemasangan Microcell. Ketua Komisi A, Herlina Harsono Njoto, menyampaikan hingga saat ini belum ada Tim Koordinasi penyelenggaraan Menara Microcell, meski Paraturan Walikota No. 8 Tahun 2015 tentang Microcell telah terbit sejak Februari 2015.
Akibatnya, belum ada pihak yang mengurus Izin pemasangan Microcell. Sebaliknya, di sejumlah tempat justru marak Microcell Bodong. “Sampai sekarang belum ada penerjemah pelaksanaannya, sehingga muncul microcell bodong,” paparnya.
Herlina berharap, pemerintah kota menunjau kembali Perwali tentang Microcell. Ia khawatir pemkot Surabaya akan kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena jika tak ada retribusi, maka tak ada anggran yang masuk ke kas daerah.
“Jika tak disikapi, provider lain akan berbondong-bondong memasang, seperti kasus tower dan reklame,” tuturnya.
Politisi Partai Demokrat ini menambahkan, pihaknya mendorong penyelenggaraan microcell tak menggunakan sistem lelang seperti yang diatur dalam Perwali, melalui unit pelayanan pengadaan. Karena sistem tersebut justru mendorong terjadniany monopoli.
“Jika di lelang khawatirnya monopoli seperti titik reklame dan tower yang ada,” tandasnya. (azi)
No comments:
Post a Comment