*Menko
Luhut: Negara Tidak Diatur Preman
Daeng Azis| |
JAKARTA-Daeng
Aziz, tokoh masyarakat Kalijodo, Jakarta Utara, menolak relokasi. Dia bahkan
meminta agar Pemprov DKI tak mencari-cari kesalahan warga. Daeng Aziz mengklaim
ada sertifikat hijau yang dimiliki warga. Jadi kata dia, kalau benar Kalijodo
lahan hijau, tidak mungkin ada sertifikat.
"Kami di sini dianggap sebagai tokoh, saya
tidak mau hak kami dikurangi sedikit pun. Bilamana ada yang mengurangi hak
kami, saya juga akan bisa menuntut secara hukum, bisa ya pada prinsipnya,
jangan saya dipaksakan untuk melawan," jelas Daeng Aziz didampingi kuasa
hukumnya, Razman Nasution, di Kalijodo, Selasa (16/2).
Aziz menyampaikan, warga memiliki bukti-bukti. Jadi
harap dipertimbangkan, siapa yang salah soal sertifikat. Jelas kalau sertifikat
dikeluarkan BPN. Razman selaku pengacara kemudian menunjukan sertifikat masjid
dan gereja.
"Jadi, apa yang disampaikan oleh kuasa hukum
dan sudah diperlihatkan bukti-bukti ini, ya perlu kita pertimbangkan kembali
bahwa ini siapa yang salah," urai dia.
"Yang punya kewenangan adalah, musuh bersama.
Kita harus serius secara kewenangan sungguh-sungguh untuk menjalankan tugasnya
masing-masing, jangan mencari-cari atas kesalahan masyarakat. Itu dilarang oleh
Pancasila," tegas Razman.
Daeng Azis juga merupakan orang yang disegani di
kawasan tersebut. Dia sendiri blak-blakan soal sepak terjangnya selama berada
di sana. Aziz sempat menggelar pertemuan dengan kuasa hukum warga Kalijodo,
Razman Arif Nasution. Saat itu Razman bertanya soal perjudian. Namun sayang
jurnalis diwanti-wanti agar tidak memotong percakapan dan dilarang bertanya
lebih jauh.
"Kalau perjudian, saya ini bandarnya dulu.
Jadi dulu waktu saya jadi bandar sebenarnya saya cuma menjalankan. Tapi oknum
sebagai bandarnya," ujarnya.
Setelah itu pembicaraan dilanjutkan di rumah salah seorang warga. Namun
pertemuan itu digelar tertutup hanya Aziz, warga dan Razman yang diperkenankan
masuk.
Daeng Aziz dalam kesempatan wawancara kemarin juga
menjelaskan dirinya yang mengatur di kawasan Kalijodo. Lalu bagaimana dengan
peran menjadi suplier minuman yang katanya beromzet miliaran rupiah?
"Wah, ini berat banget saya jawabnya yah. Kalau memang ada yang bilang bahwa
saya ini pemasok minuman, lalu mendapatkan omset setiap malam sampai, berapa
tadi? (wartawan menyebut miliaran-red) Saya bersyukur sekali," jawab Daeng
Azis.
Daeng Aziz mempersilakan saja bila ada yang
menuduhnya seperti itu. "Artinya, kita berbicara tentang apa yang namanya,
kita bicara ini sesuai dengan prinsip hakiki. Itu kalau ada yang menyebut
seperti itu, boleh-boleh saja. Tapi kalau untuk membenarkan, jangan-jangan
dulu. Saya yang lebih tahu," tegas dia.
Salah satu warga Kalijodo yang enggan disebutkan
namanya mengatakan bahwa Daeng Aziz lewat anak buahnya menjaga keamanan tempat
hiburan malam. Anak buahnya sering menyisir kafe-kafe yang di dalamnya terdapat
keributan. "Mereka sering patroli dari ujung. Jaga-jaga saja kalau ada
yang rusuh nanti dibawa ke polisi. Narkoba juga," ungkapnya.
Ketika ditanya mengenai biaya yang dikeluarkan
untuk membayar keamanan, dia mengatakan tidak ada. "Enggak ada tuh,"
ujarnya.
Daeng Aziz, menurutnya, mendapat penghasilan dari
mengelola Kalijodo. Ia tidak tahu apakah ada bisnis lain di luar Kalijodo yang
dimiliki Aziz. Ketika wartawan menyambangi Intan Cafe yang sering disinggahi
Aziz, penjaga kafe mengatakan bahwa kafe tersebut hanya digunakan bersantai.
"Rumahnya (Daeng) banyak, di mana-mana, ada di
BSD juga. Dia cuma nyantai aja di sini, enggak tinggal," ujar penjaga yang
tidak mau ditanyai lebih lanjut dan langsung menutup pintu.
Negara Tak
Diatur Preman
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum,
dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa negara
tidak diatur oleh preman. Ada aturan yang telah dibuat dan harus ditaati.
Karena itu, Luhut memastikan bahwa pemerintah pusat mendukung penertiban Kalijodo.
"Ya, iya dong. Pasti back up bawahan kita. Masa tidak kita back up. Negara ini tidak diatur oleh preman, berkali-kali saya
bilang. Ingat itu. Semua aturan dan peraturan yang ada, itu yang kita tegakkan.
Tidak ada lebih dan tidak ada kurang dari itu," tegas Luhut saat ditemui
di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (16/2).
Namun, Luhut menegaskan bahwa pemerintah provinsi
(pemprov) harus bergerak dahulu sehingga tidak selalu mengandalkan pusat.
"Suruh selesaikan dulu sama mereka (Pemprov DKI), masak semua pusat kan.
Apa gunanya daerah nanti," tegas Luhut.
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta berencana
melakukan penataan di sepanjang bantaran Kali Angke di Jalan Kepanduan II, RW
05, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Kemudian,
Pemprov DKI menyediakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di daerah
Penjaringan, Jakarta Utara, sebagai tempat tinggal pengganti.
Namun, rencana tersebut ditentang oleh sejumlah
tokoh masyarakat dan pengurus RT dan RW yang ada di lokasi tersebut. Salah
satunya, Daeng Aziz.
Pembeking
Sudah Didata
Terpisah, Kepala
Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Mohammad Iqbal
mengatakan, sudah mengidentifikasi nama-nama yang diduga menjadi 'pembeking'
dalam penertiban kawasan Kalijodo.
"Saya kira itu nanti ada timnya, kami sudah
mengidentifikasi nama-nama katakanlah tokoh masyarakat yang disinyalir untuk
menolak (penertiban)," ujar Iqbal kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Selasa
(16/2).
Dia pun berharap, para 'pembeking' agar membantu
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. "Apabila terjadi tindak pidana
perbuatan jahat, kami akan melakukan proses hukum," katanya.
Iqbal pun menegaskan, Polda Metro Jaya yang
didukung Kodam Jaya mendukung kebijakan Pemprov DKI terkait pembongkaran
tersebut. "Karena ini tata kelola penataan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan sebagainya, ada dampak-dampak yang akan didapat masyarakat luas. Maka dari
itu, demi kepentingan masyarakat yang lebih besar, kepentingan yang sedikit ini
di tata, maka dari itu prinsip kami mendukung dan bagi masyarakat kawasan
Kalijodo tidak boleh ngotot apalagi melawan hukum," ucapnya.
Selain diimbau tidak melakukan perlawanan, Iqbal
juga mengatakan, agar warga Kalijodo tidak meminta kompensasi sesuai NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak).
"Salah dong Pemprov membayar melakukan
kompensasi dengan keuangan negara, itu pelanggaran pidana, karena tidak boleh,
kasian Pak Gubernur (Ahok) bisa dituntut oleh beberapa instansi yang berwenang,"
katanya.
Mengenai mekanisme penertiban Kalijodo, seperti
berapa personel dan kapan eksekusi dilakukan, Iqbal belum menjelaskan secara
rinci. "Pasukan akan ditentukan sesuai yang diperkirakan, yang jelas kita
akan menurunkan pasukan penuh," katanya.
"Strategi polisi, kita parerel solusi sistem
diterapkan. Pararel dengan itu kita melakukan operasi kepolisian. Nanti kalau
penertiban sesudah SP1, SP2, dan SP3 baru pembongkaran kami akan dibelakang,
didepan Satpol PP. Kami himbau jangan ngotot, tidak boleh melawan, harus ada
komunikasi dengan pihak Pemprov," ucap dia. dit, mer, viv, tri
No comments:
Post a Comment