JAKARTA– Sepanjang
tahun 2015, korupsi telah merongrong uang negara Rp 3,1 triliun.
Demikian pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Menurut anggota investigasi ICW Wana
Alamsyah, angka itu berdasarkan jumlah kasus korupsi yang sudah masuk
tahap penyidikan, yakni 550 kasus. Komposisinya, pada semester pertama
308 kasus dan semester kedua 342 kasus.
“Jumlah tersangka selama tahun 2015
sebanyak 1.124 tersangka dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 3,1
triliun dan nilai suap sebesar Rp 450,5 miliar,” kata Wana dalam
keterangan persnya, Rabu (24/2).
Dia menjelaskan, meski jumlah kasus pada
semester kedua menurun, namun secara nilai kerugian negara justru
meningkat dan angkanya lebih besar.
“Kejaksaan pada tahun 2015 menangani
kasus 369 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,2 Triliun dan
nilai suap sebesar Rp 2,9 miliar,” ujarnya.
Adapun kepolisian di tahun 2015 hanya
menangani 151 kasus korupsi. Dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,1
Triliun dan nilai suap sebesar Rp 23,5 miliar.
Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sepanjang tahun 2015, menangani kasus sebanyak 30 kasus, dengan nilai
kerugian negara sebesar Rp 722 miliar dan nilai suap sebesar Rp 424
miliar.
Menurut Alam, dalam pemantauan ini
pihaknya merujuk website resmi institusi penegak hukum dan media cetak
dan online. Sedangkan waktu pemantauannya dari 1 Juli sampai 31 Desember
2015. Metodologi digunakan dalam pemantauan kasus korupsi ini di
tingkat penyidikan yang telah ada tersangkanya.
Kasus korupsi tersebut pun sudah diungkap ke publik oleh penegak hukum, baik melalui website resmi atau media masa dan online.
Sementara itu, Koalisi masyarakat sipil
antikorupsi menyambangi Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Rabu (23/2).
Kedatangan koalisi masyarakat sipil antikorupsi tersebut dalam rangka
menyampaikan perkembangan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koalisi masyarakat sipil antikorupsi itu
terdiri dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) ICW, Transparency
International Indonesia (TII), Change.org, dan Pemuda Muhammadiyah.
Koordinator ICW Ade Irawan menuturkan, kedatangannya menemui Ketua MPR
untuk meminta dukungan agar revisi UU KPK dihentiikan.
Menurut Ade, memang Presiden Jokowi dan
DPR sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK. “Keputusan ditunda
pembahasannya itu akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa saja
meledak. Lebih baik jika pembahasan revisi UU KPK itu dihentikan,” kata
Ade di ruang kerja Zulkifli Hasan.
ICW, kata Ade, tidak anti terhadap
revisi, namun revisi yang dilakukan hendaknya dapat menguatkan lembaga
antirasuah tersebut. Dirinya menyatakan, setelah membaca draft revisi UU
KPK melihat lebih banyak poin yang melemahkan KPK daripada menguatkan.
“Revisi lebih banyak memperlemah KPK, itu setelah kami baca draftnya,”
ujar Ade.
Sementara itu, Zulkifli menegaskan
bahwa terkait revisi UU KPK dirinya akan mengikuti suara dari KPK
sendiri. Karena menurutnya, jika revisi dilakukan maka yang akan
menggunakan hasil revisi itu adalah KPK itu sendiri.
“Kalau saya dari awal jelas bahwa akan
ikut (kemauan) KPK. Kita ikut kesepakatan KPK sebagai pemakai. Kalau KPK
tidak setuju yan sudah kita ikuti,” ujar Zulkifli.
Zulkifli mengaku khawatir terhadap
besarnya gelombang penolakan terhadap revisi UU KPK dari masyarakat yang
bisa berimbas pada gangguan stabilitas nasional.
Untuk itu, dirinya menyarankan Presiden
Jokowi untuk duduk bersama DPR dan juga KPK untuk menyelesaikan
persoalan revisi UU No 30 Tahun 2002 itu. “Saya sampaikan ke presiden
kita harus dengarkan suara rakyat. Saya usulkan agar presiden duduk
bersama DPR dan KPK, saya sampaikan ke presiden sebelum bertolak ke
Amerika,” ujar Zulkifli.
Sebelumnya, tiga Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Fraksi Gerindra, dan Fraksi Demokrat berkeras mendorong
pencabutan rencana revisi UU KPK dari Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) 2016. Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pimpinan DPR
menunda pembahasan revisi tersebut mereka nilai belum cukup.
Namun, Ketua DPR Ade Komaruddin
menyangkal ada fraksi yang meminta pencabutan revisi UU KPK dari
Prolegnas 2016. Ia mengatakan, sikap resmi fraksi-fraksi baru akan
terlihat pada pendengaran pandangan fraksi-fraksi berikutnya.
Sementara, Sekretaris Jenderal DPP PDI
Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan, penundaan revisi yang diumumkan
Presiden bukan berarti pembatalan pembahasan. Ia mengatakan, pembahasan
masih terbuka untuk dilakukan kembali. Hasto menegaskan, rencana revisi
bukan untuk melemahkan KPK.
Sementara itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo segera memutuskan pemberian depoonering atau mengesampingkan kasus dua mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Keputusan depoonering akan diberikan dalam waktu dekat ini.
Prasetyo mengatakan, keputusan itu
diambil pekan ini. “Minggu ini akan kami putuskan,” kata Prasetyo di
Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, Rabu (24/2).
Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum (Japindum) ini telah meminta pandangan kepada sejumlah pihak
terkait rencana pemberian depoonering. Seperti Mahkamah Agung dan
kepolisian.
Pihak yang diminta pendapat, kata
Prasetyo, menyerahkan kepada dirinya. Terlebih, depoonering ini
merupakan hak preogratifnya. “Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Jaksa
Agung,” ujar dia.
Di tempat terpisah, Kepala Bareskrim
Mabes Polri Komjen Anang Iskandar masih berharap kasus Samad dan Bambang
ini tetap dibawa ke pengadilan. Nantinya, kata dia, biarkan pengadilan
yang memutuskan apakah Samad dan Bambang bersalah atau tidak.
“Kalau sudah penyidikan mestinya
dibuktikan di pengadilan, kalau tidak salah putusannya pasti bebas,
kalau salah pasti dihukum, criminal juctice system begitu,” kata Anang.
Perkara yang membelit Abraham Samad dan
Bambang Widjojanto muncul awal tahun lalu. Keduanya menjadi tersangka di
Mabes Polri. Tapi, penetapan Samad dan Bambang sempat menuai polemik.
Musababnya, keduanya eks pimpinan KPK ini dijadikan tersangka setelah
KPK menetakan calon Kapolri kala itu, Komjen Budi Gunawan sebagai
tersangka.
Kasus yang menjerat Samad dan Bambang
pun sudah dilimpahkan ke Kejaksaan buat segera diadili. Di tengah
pelimpahan itu, Prasetyo mulai memikirkan untuk mengesampingkan kasus
keduanya. tri, mer, kcm, dit
No comments:
Post a Comment