Wonosobo-Prof Dr Yudian Wahyudi, guru besar UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta mengemukakan, setidaknya ada dua prestasi umat Islam
Indonesia yang tidak dapat ditandingi dalam sejarah manapun. Pertama, kendati
dahulu dijajah lebih 350 tahun lamanya oleh penjajah kolonial yang non-Islam,
tetapi tidak berpengaruh pada akidah dan keislaman penduduknya.
Dengan kata lain, umat Islam Indonesia tetap menang secara
akidah. Padahal, dalam sosiologi politik, kata Yudian, agama rakyat itu
mengikuti agama penguasanya. Namun tesis tersebut tidak berlaku dalam sejarah
umat Islam Nusantara.
Prestasi kedua, lazimnya negara-negara besar Islam yang
mengalami penjajahan pada perang dunia II dari negara nasional sebagai akibat
dari perang dunia I, pecah dan terbagi-bagi menjadi banyak negara kecil-kecil,
contohnya kekhalifahan Turki Ustmani yang akhirnya pecah menjadi Syiria,
Palestina, Mesir, dan Arab Saudi. India pecah menjadi Pakistan, Banglades.
Namun sejarah Indonesia lain, dijajah 350 tahun lebih tapi justru mampu menyatukan
pelbagai suku, adat, bahasa, dan kepulauan di Nusantara menjadi satu bangsa dan
negara republik Indonesia.
Yudian menyebut hal itu saat menyampaikan orasi ilmiah acara
wisuda XXI STAINU Temanggung di Pendopo Pengayoman Temanggung, Jawa Tengah, beberapa
waktu lalu). Penulis buku "Jihad Ilmiah dari Tremas ke Harvard" ini
juga menyinggung soal maraknya radikalisme dan terorisme dalam kehidupan
keberagamaan akhir-akhir ini.
Yudian mengajak kepada warga agar tak terlibat dalam
gerakan-gerakan yang melawan negara. Menentang negara, katanya, sama artinya
merusak jasa perjuangan dan pengorbanan para leluhur NU termasuk Hadratussyekh
Muhammad Hasyim Asy'ari.
"Jangan sampai kita terseret ke dalam gerakan yang
menentang negara. Maka pernyataan warga NU bahwa NKRI harga mati itu betul. Apa
kita mau mengulang perang lagi seperti dulu. Kita itu sekarang tugasnya tinggal
bersyukur. Bersyukur itu apa? Memaksimalkan apa yang sudah diberikan para
pejuang-pejuang republik ini dalam semua bidang kehidupan. Itu namanya syukur
nikmat," katanya.
Maka, agar pelajar NU, utamanya mahasiswa NU, terhindar dari
gerakan-gerakan radikalisme dimaksud, Yudian Wahyudi mengingatkan supaya mereka
juga menguasai perkembangan terbaru tentang gerakan keagamaan yang sedang
berkembang belakangan ini dengan jalan membaca dan menggali informasi.
Selanjutnya, perlu mengadaakan komunikasi dengan berbagai pihak secara
persuasif ketika menyampaikan aspirasi.
Selain itu, ketika menyinggung ranah pendidikan, Yudian
Wahyudi yang sempat menjadi anggota American Association of University
Professors itu juga mengimbau supaya NU mendirikan SMA IPA. Menurutnya
kebanyakan pelajar dan mahasiswa NU itu memilih belajarnya di IAIN atau STAIN,
tidak di jurusan ilmu eksak. Sementara banyak anak di luar NU yang konsentrasi
mengambil jurusan umum dan eksak itu yang pengetahuan agamanya kosong.
Akhirnya, tambah Yudian, ketika mereka menerima ajakan sikap
militan dalam beragama mereka mudah ikut begitu saja tanpa pertimbangan kritis.
Diharapkan nanti pelajar dan mahasiswa NU yang menguasai bidang eksak dan umum
bisa membimbing dan mengarahkan mayoritas mahasiswa eksak yang lemah pemahaman
keagamaannya tersebut. (nur)
No comments:
Post a Comment