Inovasi Mahasiswa Untag Surabaya
Slamet, mahasiswa Teknik Informatika Untag Surabaya |
Banjir yang melanda sejumlah daerah di Indonesia ,
terutama di Jatim tiap musim hujan seperti sekarang ini menginspirasi Slamet
dengan membuat Sistem Pengendali Banjir. Dari inovasi tugas akhirnya ini,
mahasiswa semester VII, Prodi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas
17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya mendapatkan nilai A.
Bukan semata nilai memuaskan yang diharapkan. Lebih dari
itu, sistem pengendali banjir yang dibuat bisa diadopsi Dinas Pematusan dan
Bina Marga di Surabaya dan daerah lain untuk mendukung sistem kerja rumah
pompa. Harapannya agar tidak ada lagi banjir kota yang oleh pejabat sebatas disebut
genangan dengan alasan cepat surut.
Ditemui di kampus, Slamet menjelaskan dan juga mempraktekkan
penggunaan alat yang dirancangnya. Komponen alat yang ada meliputi sensor
ketinggian air dengan empat level yang dipasang di sungai, transformator (travo
central tub) yang lebih umum disebut travo kecil penghasil power.
Sistem kerja alat juga dikupas lulusan Sekolah MenengahKejuruan (SMK) Telkom di Malang ini. Arus listrik (AC) dari colokan pada stop
kontak masuk ke transformator dan selanjutnya keluar arus DC 12 volt. Arus ini
lantas diturunkan ke IC regulator sehingga output stabil 5 volt yang fungsinya
menghidupkan micro controller atau processor kecil untuk membuat program.
"Semua inputan dari sensor, tidak ada inputan yang
lain. Begitu power masuk maka sistem akan bekerja membaca ketinggian air,"
mahasiswa kelahiran Lumajang, 2 April 1990 ini menjelaskan.
Semua rangkaian inputan terhubung dengan rangkaian output.
Di antaranya, LCD, dua modem, dua pompa yang menyedot air sungai untuk
menghindari luapan, komputer atau laptop yang menampilkan report atau grafik
ketinggian.
"Tiap level sensor yang ada akan masuk sistem sehingga
pada layar LCD menunjukkan pesan singkat. Dari sini operator rumah pompa
mengetahui grafik ketinggian air dari pesan singkat maupun komputer. Waktu
pengoperasian pompa untuk menyedot air sungai dan mengalirkan ke aliran lain
yang tidak berpotensi menimbulkan banjir diatur sistem," terangnya.
Pompa I aktif jika ketinggian air mencapai level 3.
Sedangkan pompa II berfungsi ketika permukaan air mencapai level 4. Mahasiswa
yang sudah bekerja di salah satu operator seluler ini mulai merealisasikan
idenya sejak November 2015 lalu. Dan Januari 2016 akhirnya kelar.
Total biaya Rp2 juta dia habiskan dalam menghasilkan karya.
"Semoga sistem ini bisa mendukung pengendalian, pengurangan banjir. Dengan
mengetahui potensi, kerugian harta-benda, dan bahkan jatuhnya korban jiwa
akibat banjir bisa dihindari," pungkasnya.
Sumber: Biangnews
No comments:
Post a Comment